BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Perkembangan industrialisasi dan inovasi teknologi yang
semakin pesat membuat perusahaan menjadi lebih kompetitif dalam menghadapi
persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi saat ini. Dalam hal ini,
perusahaan dituntut untuk menjalankan perannya yang lebih baik dalam pencapaian
tujuan dan meningkatkan kinerja perusahaan secara optimal. Selain penggunaan
teknologi yang modern, perusahaan juga harus memperhatikan pengelolaan dan
pengkoordinasian sumber daya manusia yang lebih baik agar terjalin hubungan
yang sinergi antara perusahaan dengan karyawannya.
Sumber
daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam organisasi,
karena kualitas organisasi sendiri sangat tergantung pada kualitas sumber daya
manusia sebagai karyawan dan pelaku layanan dalam suatu organisasi (Zeithaml,1990 , dalam Grace
W.Susanto,2001). Landasan sukses keunggulan bersaing bagi perusahaan adalah
bagaimana perusahaan tersebut mengelola faktor manusia (karyawan) yang
dimilikinya.Perusahaan perlu memandang karyawan sebagai pribadi yang mempunyai
kebutuhan atas pengakuan dan penghargaan, bukan sebagai alat untuk mencapai
tujuan perusahaan tersebut saja. Dengan demikian, perusahaan tidak hanya
menuntut apa yang harus diberikan karyawan terhadap perusahaan, namun juga memikirkan
apa kebutuhan karyawan telah terpenuhi.Apabila
hal tersebut tidak mendapatkan perhatian yang serius dari perusahaan akan
menyebabkan stress kerja bagi para karyawan dan jika hal tersebut berlangsung dalam
jangka waktu yang lama dengan intensitas stress kerja yang cukup tinggi akan
mengakibatkan karyawan menderita kelelahan fisik, emosional, maupun mental (burn
out) dan akan mempertinggi tingkat perputaran tenaga kerja (turnover).
Stress
adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu dikonfrontasikan
dengan suatu peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demands)
yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya
dipresepsikan sebagai tidak pasti dan penting (Schuller, 1980 dalam Edi Sasono,
2004).
Dampak
negatif dari stress dapat terjadi dalam bentuk respon biologis (demam,
meningkatnya detak jantung), respon emosional (marah, depresi, frustasi),
meningkatnya kecelakaan di tempat kerja. Lebih jauh lagi stress dapat
menyebabkan ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction), meningkatnya
jumlah karyawan yang keluar (turnover), dan kehilangan tenaga kerja yang
direkrut oleh perusahaan lain (Hemmington dan Smith, 1999 dalam Adityo Nugroho,
2008). Pada penelitian Ruyter et. al (2001) menyatakan job stress memiliki dampak
yang negatif terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasional, prestasi kerja,
dan turnover. Hal ini sesuai dengan penelitian Jaramillo et. al (2006) bahwa
tingkat stress yang tinggi akan menurunkan job satisfaction, organizational
commitment, dan meningkatkan turnover intention.
Kepuasan
kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil
kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia
akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya
untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil
kerja karyawan akan meningkat secara optimal. Dalam kenyataannya, di Indonesia
dan juga mungkin di negara-negara lain, kepuasaan kerja secara menyeluruh belum
mencapai tingkat maksimal. Dimana
para karyawan yang memiliki keluarga tentu memikirkan biaya sekolah, biaya rumah
tangga, biaya listrik, uang jajan anak dan lain sebagainya. Hal ini sangatlah
berpengaruh terhadap komitmen dan kepuasan kerja.
Apabila stress kerja terjadi secara
terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama akan mengakibatkan kerugian
pada perusahaan. Untuk mengatasi hal tersebut para karyawan membutuhkan suatu
bentuk dukungan sosial (baik itu dukungan dari atasan, rekan kerja, dan keluarga)
maupun dalam suatu pendekatan dan pembinaan konseling yang dilakukan perusahaan
guna mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para karyawan
ditempat kerja sehingga nantinya para karyawan tersebut dapat mengelola stress
kerjanya dengan baik dan dapat memberikan dampak yang positif kepada para
karyawan (meningkatnya kepuasan kerja, produktivitas, maupun kinerja karyawan)
dan perusahaan (rendahnya tingkat ketidakhadiran karyawan, pergantian karyawan,
dan sebagainya). Melihat dampak stress kerja yang yang berakibat negatif pada
kepuasan kerja karyawan maka diperlukan suatu upaya untuk menanggulanginya
antara lain dengan menggunakan sumber-sumber positif yang ada disekitar
individu yaitu dukungan sosial (social support). Dukungan sosial dapat mengurangi beban atau permasalahan yang
dihadapi seseorang sehingga dapat dikatakan bahwa dukungan sosial merupakan
model dukungan yang dihasilkan dari interaksi pribadi yang melibatkan salah
satu atau lebih aspek emosi, penilaian, informasi, dan instrumen sehingga dapat
mereduksi beban yang diterima individu. Setiap pekerja memiliki tingkat stress
yang berbeda-beda, begitu pula dengan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan PT.Patut Patuh Patju (Tripat) Lombok Barat,
terutama pada
karyawan bagian produksi merupakan motor penggerak produksi yang ada di
perusahaan,
sehingga dapat dikatakan peningkatan pendapatan tergantung pada
mereka, baik siang maupun malam. Dengan demikian mereka harus bekerja memberikan pelayanan dan jasa yang
ekstra keras agar memperoleh target
pendapatan perusahaan secara maksimal. Karyawan pada Patuh Patuh Patju Tripat Lombok Barat
terdiri dari beberapa devisi yaitu: Devisi Taman Narmada, Devisi ATK &
Travel, Devisi Offset Painting, dan Devisi Agrobisnis.
Tabel 1.1
Data
Karyawan PT. Patut Patuh Patju ( Tripat ) Lombok Barat
Keterangan
|
Tahun
|
||||
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
|
JumlahKaryawan (Orang)
|
77
|
81
|
81
|
80
|
68
|
Karyawan yang keluar
|
4
|
5
|
7
|
5
|
12
|
Sumber : Bagian Personalia PT.
Patut Patuh Patju ( Tripat ) Lombok Barat
Dari
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pada tahun 2009 dan tahun 2010 jumlah karyawan PT. Patut Patuh Patju (
Tripat ) Lombok Barat meningkat dari jumlah 77 orang menjadi 81 orang, namun begitu juga dengan jumlah karyawan yang keluar meningkat dari 4 orang menjadi 5 orang. Dan selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 terjadi penurunan jumlah karyawan masing-masing tiap
tahunnya menjadi 81
orang dan 80
orang dengan penurunan jumlah karyawan
yang keluar dari 7
orang menjadi 5
orang. Sedangkan pada tahun 2013
jumlah karyawan sebanyak 68
orang, akan tetapi dengan jumlah karyawan
yang keluar tertinggi yaitu mencapai 12 orang.
Tingginya
tingkat karyawan yang
keluar
dapat menjadi indikasi bahwa karyawan merasa tidak senang dengan kondisi kerja
serta rendahnya kepuasan kerja yang terjadi di lingkungan pekerjanya. Karyawan
yang kepuasan kerjanya rendah akan berakibat pada penurunan kinerja perusahaan
secara menyeluruh, karena karyawan menjadi motor utama penggerak dari sebuah
perusahaan.
Berdasarkan
pada uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat diajukan sebuah
penelitian dengan judul “Pengaruh
Stress Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Dengan Dukungan Sosial sebagai
Variabel Moderating (PT. Patut Patuh
Patju ( Tripat ) Lombok Barat)”.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakanng diatas, maka dapat dirumuskan
bahwa permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja karyawan ?
2.
Bagaimana
pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja karyawan dengan dimoderasi oleh
variabel dukungan sosial?
1.3.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Untuk
mengetahui pengaruh Variabel stress
kerja terhadap kepuasan kerja karyawan
2.
Untuk
mengetahui pengaruh variabel stress kerja terhadap kepuasan kerja karyawan
dengan dimoderasi oleh variabel dukungan sosial
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1.
Bagi
Peneliti
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan
yang bermanfaat yang berkaitan dengan stress kerja, dukungan sosial, dan
kepuasan kerja. Sehingga, instansi yang berkaitan dapat mencari cara yang tepat
sebagai upaya mengatasi stress kerja dan dukungan sosial, serta peningkatan
kepuasan kerja karyawan.
2.
Bagi
Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu proses
pembelajaran serta pengaplikasian ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan
dengan Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan stress kerja
terhadap kepuasan kerja dengan dukungan sosial sebagai variabel moderassi
3.
Bagi
Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi
tambahan atau untuk pengembangan ide-ide baru untuk penelitian selanjutnya, dan
sebagai bahan pertimbangan atau instansi lain yang menghadapi permasalahan yang
sama.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Tinjauan
Pustaka
2.1.1. Penelitian
Terdahulu
M. Luthfi Fadhilah (2010), meneliti tentang analisis
pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja dengan dukungan sosial sebagai
variabel moderating (Studi Pada PT. Coca Cola Amatil Indonesia, Central Java). PT.
Coca-Cola Amatil Indonesia (Central Java) merupakan salah satu perusahaan
multinasional yang memproduksi dan mendistribusikan produk-produk minuman
ringan yang berlisensi dari The Coca-Cola Company. PT. Coca-Cola Amatil
Indonesia (Central Java) memiliki wilayah operasi Jawa Tengah dan sekitarnya
dengan mempekerjakan setidaknya 961 karyawan. Dari jumlah karyawan sebanyak itu
dibagi lagi pada setiap departemen / bagian fungsional yang sesuai dengan
pembagian kerjanya masing-masing. Penelitian ini mengambil populasi pada
karyawan bagian produksi yang berjumlah 243 orang. Dari jumlah karyawan bagian
produksi sebanyak itu tingkat turnover pada PT. Coca-Cola Amatil
Indonesia (Central Java) bisa dibilang cukup tinggi. Menurut Laporan Data
Karyawan Bagian Produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (Central Java) selama 4
tahun terakhir (2006-2009) tingkat turnover tertinggi terjadi pada tahun
2007 sebanyak 87 orang dan mulai membaik pada tahun 2009 dengan adanya
penambahan jumlah karyawan sebesar 34 orang. Penelitian ini mengambil sampel
pada karyawan operator bagian produksi yang berjumlah 165 orang. Selain turnover,
tingkat kecelakaan kerja PT. Coca-Cola Amatil Indonesia pada karyawan operator
bagian produksi bias dibilang rendah. Menurut Laporan Data Karyawan bagian
Produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (Central Java) selama 4 tahun terakhir
(2006-2009) tingkat kecelakaan kerja tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebanyak
53 orang dan menurun pada tahun 2009 sebanyak 27 orang. Beban kerja yang berlebihan
dan produktivitas karyawan yang menurun merupakan salah satu indikator yang
berpengaruh pada variabel stress kerja (lihat tabel loading factor), hal ini
juga dapat dilihat pada tingginya tingkat kecelakaan kerja dan tingkat turnover
dapat menjadi indikasi bahwa karyawan merasa stress dengan kondisi kerja
serta rendahnya kepuasan kerja yang terjadi di lingkungan pekerjaannya. Setelah
dilakukan tinjauan pustaka dan penyusunan hipotesis, maka diperoleh rumusan
hipotesis yang menyatakan bahwa dukungan sosial bisa menjadi moderating dalam
hubungan antara stress kerja terhadap kepuasan kerja karyawan. Data yang
digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode kuesioner terhadap 78
karyawan operator bagian produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (Central Java)
yang telah memenuhi syarat sebagai responden. Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
:
Variabel stress
kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi stress kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka kepuasan
kerja karyawan akan menurun atau sebaliknya, semakin rendah stress kerja maka
semakin tinggi kepuasan kerja karyawan.
Variabel stress kerja yang dimoderasi
dukungan sosial terhadap kepuasan kerja berpengaruh positif sehingga antara
stress kerja yang tinggi dapat direduksi oleh dukungan sosial. Artinya dukungan
sosial memperkuat pengaruh stress kerja terhadap kepuasan sehingga dalam hal
ini terbukti bahwa dukungan sosial merupakan moderating variabel.
Ni Ketut Ayu Apriani (2011) meneliti tentang analisis
pengaruh stress kerja dan dukungan terhadap kepuasan kerja karyawan pada pada
PT. Jasa Wisata (Jatatur) Mataram. Dengan populasi sebanyak 50 orang. Hasilnya
stress kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasaan kerja, sedangkan variabel
moderasi dukungan sosial berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan.
Sumber stress kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Di mana semakin rendah
rendah stress kerja yang dirasakan akan seemakin meningkat kepuasam kerja pada
PT. Jasa Wisata (JATATUR) Mataram, berdasarkan hasil penelitian diperoleh
kesimpulan bahwa PT. Jasa Wisata (JATATUR) Mataram, tidak mengalami stress
dalam pekerjaannya. Hal ini disebabkan karena adanya variabel moderasi yang
cukup kuat dalam mengimbangi faktor yang bisa menyebabkan stress bagi karyawan
PT. Jasa Wisata (JATATUR) Mataram. Dukungan sosial memoderasi hubungan antara
stress kerja dengan kepuasan kerja. Pengaruh dukungan sosial sebagai memoderasi
adalah kuat, kuatnya hubungan stress kerja dengan kepuasan kerja dapat berubah
dengan adanya dukungan sosial pada PT. Jasa Wisata (JATATUR) Mataram.
Herawan
Wibowo dan Intan Novela Qurrotul Aini (2004) meneliti tentang dukungan sosial
sebagai variabel pemoderasi hubungan antara tekanan keluarga dengan kepuasan
kerja dan kepuasan keluarga pada Karyawan Perbankan di Surakarta. Penelitian
ini menggunakan teknik pengambilan sampel non probability sampling yang
berbentuk purposive sampling. Populasi dan sampel dalam penelitian ini
adalah karyawan pria dan wanita di lingkungan industri perbankan di Surakarta
dengan kriteria: (1) sudah menikah, (2) mempunyai pasangan yang juga bekerja (dual-career
couples), dan (3) telah mempunyai anak. Dari penelitian tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa tekanan keluarga berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja (H1), tekanan keluarga berpengaruh negatif terhadap
kepuasan keluarga (H2), dukungan sosial dari tempat kerja dan keluarga
memoderasi hubungan antara tekanan kelaurga dengan kepuasan kerja (H3), dan
dukungan sosial dari tempat kerja dan keluarga memoderasi hubungan antara
tekana keluarga dengan kepuasan keluarga (H4).
2.2. Landasan
Teori
2.2.1. Stress
Kerja
Menurut
Anwar (1993:93) Stress kerja adalah suatu perasaan yang
menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
Yoder dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan Stress Kerja
adalah suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari
lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada. Beehr dan Franz (dikutip
Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stress kerja
sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau
tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
Stress merupakan
suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi
seseorang. Jika seseorang / karyawan mengalami stress yang
terlalu besar maka akan dapat menganggu kemampuan seseorang / karyawan tersebut
untuk menghadapi lingkungannya dan pekerjaan yang akan dilakukannya(Handoko
1997:200). Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stress kerja
adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap
suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan
dirinya terancam. Gibson dkk (1996:339), menyatakan bahwa stress kerja
adalah suatu tanggapan penyesuaian diperantarai oleh perbedaan-perbedaan
individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari
setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan
permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang.
Gibson
et al (dalam Yulianti, 2000:9) mengemukakan bahwa stress kerja
dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stress sebagai stimulus, stress sebagai respon dan stress sebagai stimulus-respon. Stress sebagai stimulus merupakan pendekatan
yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus memandang stress sebagai suatu kekuatan yang menekan
individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang
stress sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.
Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stress sebagai konsekuensi dari interaksi
antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stress dipandang tidak sekedar sebuah
stimulus atau respon, melainkan stress
merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan
kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan. http://adypato.wordpress.com/2011/04/20/stress-kerja/
Dari pendapat di atas dapat saya simpulkan stress kerja
merupakan suatu perasaan yang tertekan, dimana tekanan itu akibat
bekerja yang dapat
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana
tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada, serta merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan
dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.
2.2.2. Faktor
Penyebab Stress
Menurut
(Robbin, 2003, pp. 794-798) penyebab stress itu ada 3 faktor yaitu:
1. Faktor Lingkungan.
Ada beberapa faktor yang mendukung
faktor lingkungan. Yaitu:
a. Perubahan
situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu
menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka.
b. Ketidakpastian
politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia,
banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan
mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti
penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat
para karyawan terlambat masuk kerja.
c. Kemajuan
teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel pun menambah
peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang
membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu.
d. Terorisme
adalah sumber stress
yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti
dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang
Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stress.
2. Faktor Organisasi
Banyak
sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stress. Tekanan untuk menghindari kekeliruan
atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan,
bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan.
Dari beberapa contoh diatas, penulis mengkategorikannya menjadi beberapa faktor
dimana contoh-contoh itu terkandung di dalamnya. Yaitu:
a)
Tuntutan tugas merupakan faktor yang
terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan
benar.
b)
Tuntutan peran berhubungan dengan
tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang
dimainkan dalam organisasi itu. Konflik
peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau
dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan
lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila
harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa
yang harus dikerjakan.
c)
Tuntutan antar pribadi adalah tekanan
yang diciptakan oleh karyawan lain.
Kurangnya dukungan
sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan
stress yang cukup
besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang
tinggi.
d)
Struktur Organisasi menentukan tingkat
diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana
keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi
sumber stress.
3. Faktor Individu
Faktor
ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan
keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.
a.
Faktor persoalan keluarga. Survei
nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan
pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan
pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh
masalah hubungan yang menciptakan stress
bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
b.
Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh
individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu
contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stress bagi karyawan dan mengalihkan perhatian
mereka dalam bekerja.
c.
Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor
individu yang penting mempengaruhi stress
adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stress yang diungkapkan pada pekerjaan itu
sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang itu. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2011/02/stress-kerja-definisi-kategori-dan.html
2.2.3. Kepuasan
Kerja
2.2.3.1. Pengertian
Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat
kepuasan yang berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner &
Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional
terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini mengandung pengertian bahwa
kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal, sebaliknya seseorang dapat
relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah
satu atau beberapa aspek lainnya. Blum (As’ad, 2000) mengatakan bahwa kepuasan
kerja merupakan suatu sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap
khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, karakteristik individual, serta
hubungan kelompok di luar pekerjaan itu sendiri. Handoko (2001) mengatakan
bahwa kepuasan kerja sebagai respon emosional menunjukkan perasaan yang
menyenangkan berkaitan dengan pandangan karyawan terhadap pekerjaannya.
Tiffin
mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap
pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama
pimpinan dan sesama karyawan. Locke dan Luthans berpendapat bahwa kepuasan
kerja adalah perasaan pekerja atau karyawan yang berhubungan dengan
pekerjaannya, yaitu merasa senang atau tidak senang, sebagai hasil penilaian
individu yang bersangkutan terhadap pekerjaannya.
Herzberg
di dalam teorinya Two Factors Theory mengatakan bahwa kepuasan kerja dan
ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda serta kepuasan dan
ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang
kontinyu. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, Herzberg membagi situasi yang
mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu
kelompok satisfiers dan kelompok dissatisfiers. Kelompok satisfiers atau
motivator adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber
kepuasan kerja yang terdiri dari achievement, recognition, work it self,
responsibility and advancement.
Herzberg
mengatakan bahwa hadirnya faktor ini dapat menimbulkan kepuasan, tetapi tidak
hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Sedangkan
kelompok dissatisfiers ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber
ketidakpuasan yang terdiri dari company policy and administration, supervision
technical, salary, interpersonal relations, working conditions, job security
dan status. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau
menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia
bukan sumber kepuasan kerja. http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/definisi-kepuasan-kerja/
Mohammad As’ad (1995)
mengutip pendapat Wexley dan Yukl (1984) yang mendefinisikan kepuasan kerja
adalah bagaimana perasaan karyawan terhadap pekerjaannya. Mereka mengatakan
bahwa perasaan ini dapat bersifat ”favorable” dan ”unfavorable”
tergantung dari bagaimana karyawan menilai aspek-aspek kepuasan kerja itu
sendiri. Seorang manajer harus dituntut agar memberikan suasana yang baik dan
menyenangkan juga jaminan keselamatan kerja sehingga karyawan merasa
terpuaskan. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat
individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai
dengan keinginan dan sistem nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspek dalam
pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut
individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat. Demikian pula
sebaliknya, semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang tidak sesuai dengan
keinginan dan sistem nilai yang dianut individu, maka semakin rendah tingkat
kepuasan yang didapat.
Menurut
Robbins dan Judge (2008), secara rata-rata individu merasa puas dengan
keseluruhan kerja mereka, dengan kerja itu sendiri, serta dengan pengawas dan
rekan kerja mereka. Namun, mereka cenderung tidak begitu puas dengan
bayaran/gaji dan peluang promosi yang diberikan perusahaan.
Dari beberapa pengertian kepuasan kerja diatas dapat saya
simpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan efektivitas, sikap, perasaan ataupun respons emosional terhadap berbagai aspek
pekerjaan, serta suasana dan
lingkungan yang menyenangkan dan jaminan kehidupan dan hubungan yang harmonis
antara pimpinan dan karyawan sehingga membuat karyawan dapat terpuaskan.
2.2.3.2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Blumn (dalam
As’ad, 2004) ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
1.
Faktor
individual, meliputi usia, watak dan harapan
2.
Faktor
sosial, meliputi kesempatan berekreasi, hubungan kemasyarakatan dan hubungan
kekeluargaan.
3.
Faktor
utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja,
dan kesempatan untuk maju.
Menurut Sagian (1995)
ada empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :
1.
Pekerjaan yang penuh tantangan
Pekerjaan ingin melakukan yang
menuntut imajinasi, inovasi, dan kreatifitas.
2.
Sistem Penghargaan Yang Adil
Seseorang akan merasa diperlakukan
secara adil apabila perlakuannya itu menguntungkannya dan sebaliknya jika
merasa tidak adil, apabila perlaukan itu dilihatnya sebagai suatu hal yang
mengerikan.
3.
Kondisi yang sifatnya mendukung (kondisi
kerja)
Yang dimaksud dengan kondisi kerja
ialah mencakup kondisi tempat kerja, seperti kenyaman tempat kerja, ventilasi
yang cukup, penerangan, kebersihan, keamanan, dan lokasi tempat kerja yang
dikaitkan dengan tempat tinggal karyawan. Disamping itu faktor lain yang juga
besar artinya dalam hal kepuasan kerja ialah sampai sejauh mana seseorang dilibatkan dalam menentukan isi pekerjaannya juga dalam pengaturan jam kerja.
4.
Sifat rekan kerja
Karyawan sebagai manusia merupakan mahluk sosial dan mahluk individu,
sehingga karyawan akan berkembang dalam kerja sama denganyang lain. Seperti
pada rekan kerja, atasanya atau bawahannya. Keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugasnya sangat dipengaruhi oleh interaksi antara
orang-orang yang terdapat dalam suatu satuan kerja tertentu. Dukungan atasan
sangat penting dalam membantu keberhasilan tugas-tugas bawahannya. Dukungan itu
bisa berupa pujian kepada bawahan yang berhasil, nasihat dan pengaraha, serta
ketersediaanya menerima saran dan pendapat bawahan.
Faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja akan dapat diketahui dengan melihat beberapa hal
yang dapat menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja yaitu:
a.
Faktor Psikologi, merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam
bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan.
b.
Faktor Sosial, merupakan faktor yang
berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan dengan atasan maupun
karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
c.
Faktor Fisik, merupakan faktor yang
berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan,
meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan
kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan
karyawan, umur dan sebagainya.
d.
Faktor Finansial, merupakan faktor yang
berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial,
macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya. http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/definisi-kepuasan-kerja/
2.2.3.3. Aspek-Aspek
Dalam Kepuasan Kerja
Ada
dua komponen kepuasan kerja (Mas’ud, 2002) yaitu: pertama, kepuasan intristik
meliputi variasi tugas, kesempatan berkembang, kesempatan menggunakan kemampuan
dan keterampilan, otonomi, kepercayaan, pekerjaan yang menantang dan bermakna.
Kedua, kepuasan ekstrinsik, meliputi: Gaji (Upah) yang diperoleh, supervisi,
jaminan kerja, status dan prestise. Dimensi tentang kepuasan kerja yang lain
juga disampaikan oleh Emilisa (2001), yang menguntip dari hasil penelitian
Victor S. Desantis dan Samantha L. Durts (1996), yang berjudul Comparing Job Satisfaction Among Public-and
Privat-Sector Employees, yang menyatakan bahwa dimensi yang dapat menjelaskan
tentang kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1.
Monetary and nonmonetary reward
Yaitu financial reward dan
promotion opportunities merupakan variabel yang secara nyata berhubungan dengan
kepuasan kerja. Selain itu frine benefits seperti waktu untuk berlibur
merupakan mekanisme lain untuk memberi kompensasi berdasarkan jasa yang telah
diberikan.
2.
Job characteristics
Yaitu karyawan yang melakukan
tugasnya dengan memiliki sifat-sifat dalam
skill variety, job significances, autonomy dan feedback akan menggunakan
pengalaman mereka untuk mencapai kepuasan kerja lebih baik dibandingkan dengan
karyawan yang tidak menghadapi hal tersebut.
3.
Work-environment characteristics
Lingkungan kerja dapat meningkatkan
kepuasan kerja yang meliputi : Office sorroundings and atmosphere.
4.
Personal characteristics
Para peneliti mempelajari beberapa
atribut seperti sex, age, race dan education berhubungan dengan kepuasan kerja.
2.2.4. Dukungan
Sosial
2.2.4.1. Pengertian
Dukungan Sosial
Dalam
kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan orang lain untuk dapat memenuhi
kebutuhannya. Di lingkungan pekerjaan, hubungan antar karyawan dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas-tugas. Buhnis, dkk dalam Erni (1995) yang dikutip
Afina Murtiningrum (2006) mengemukakan dua alasan penting keberadaan dukugan
sosial. Pertama, individu membutuhkan bantuan orang lain bilamana tujuan
atau aktivitas pekerjaan demikian luas dan kompleks sehingga tidak dapat
menyelesaikan sendiri. Kedua, hubungan antara karyawan itu mempunyai
nilai sebagai tujuan yaitu pekerjaan yang menuntut hubungan saling membantu.
Dukungan sosial adalah suatu transaksi interpersonal yang melibatkan affirmation
(bantuan) dalam bentuk dukungan emosi, dukungan penilaian, dukungan
informasi, dan dukungan instrumen yang diterima individu sebagai anggota
jaringan sosial (House dan Wells, 1978 dalam Isnovijanti, 2002). Bantuan yang
diperoleh dalam hubungan interpersonal dibutuhkan dalam menunjang kelancaran
organisasi.
Menurut Rahim (1996) dalam Transisca Esma Handayani (2006),
dukungan sosial dapat didefinisikan sebagai ketersediaan bantuan baik itu yang
berasal dari supervisor, rekan kerja, anggota keluarga, dan teman. Ada 4 jenis
definisi dukungan sosial :
1. Berdasarkan banyaknya kontak sosial yang dilakukan
individu.
Pengukuran dukungan kontak sosial dilihat dari status
perkawinan, hubungan dengan saudara, teman atau keanggotaan dalam suatu
organisasi informasi.
2. Berdasarkan jumlah pemberi dukungan
Dukungan sosial diartikan sebagai jumlah orang yang memberi
bantuan pada seseorang yang membutuhkan. Semakin banyak orang yang member
bantuan, maka makin sehat kehidupan orang tersebut.
3. Berdasarkan keterdekatan hubungan
Pengertian dukungan sosial dalam hal ini berdasarkan pada
kualitas hubungan yang terjalin antara pemberi dan penerima dukungan, bukan
pada kuantitas pertemuan.
4. Berdasarkan tersedianya pemberian hubungan.
Menurut Muluk (1995) dalam Isnovijanti (2002) dukungan
sosial merupakan salah satu fungsi ikatan sosial yang mencakup dukungan
emosional yang mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian saran dan nasihat,
informasi, dan pemberian bantuan dan moril. Lebih lanjut dikatakan bahwa
dukungan sosial merupakan informasi verbal maupun non verbal berupa suatu
tindakan yang didapat dari keakraban sosial atau karena kehadiran orang yang
mendukung dimana hal ini bermanfaat secara emosional dan perilaku bagi pihak
yang menerima dukungan sosial. Dukungan sosial dapat mengurangi beban atau
permasalahan yang dihadapi oleh seseorang. Oleh karena itu, pengertian dukungan
sosial dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan
model dukungan yang dihasilkan dari interaksi antar pribadi yang melibatkan
salah satu aspek emosi, penilaian, informasi, dan instrumen sehingga dapat
mereduksi beban yang diterima oleh individu.
Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2000) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang
diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan
dan krisis yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991)
mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari
orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang- orang lainnya.
Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial
terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata,
atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat
emosional atau efek perilaku bagi pihah penerima. Sarafino (2006) menyatakan
bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain,
merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson
(dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya
transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada
individu lain, dimana bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti bagi
individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi,
bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab
yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.
Rook (1985, dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan
sosial sebagai salah satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat
dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu
dari konsekuensi stress. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu
merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Tersedianya
dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi
bagian dari kelompok. Senada dengan pendapat diatas, beberapa ahli Cobb, 1976;
Gentry and Kobasa, 1984; Wallston, Alagna and Devellis, 1983; Wills, 1984 :
dalam Sarafino, 1998) menyatakan bahwa individu yang memperoleh dukungan sosial
akan meyakini individu dicintai, dirawat, dihargai, berharga dan merupakan
bagian dari lingkungan sosialnya. Menurut Schwarzer and Leppin, 1990 dalam
Smet, 1994; dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan
yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu
(perceived support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi
terhadap dukungan yang diterima (received support). http://artidukungansosial.blogspot.com/2011/02/teori-dukungan-sosial.html
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan
yang mencangkup dukungan emosional yang mendorong adanya ungkapan perasaaan,
saran, nasehat yang berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial atau
pertalian sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan
ini dapat berupa infomasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat
menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan
bernilai
.
2.2.4.2. Sumber-Sumber
Dukungan Sosial
Konsep dukungan sosial dapat dibedakan berdasarkan bentuk dan sumber
dukungan sosial tersebut (House, 1976 dalam Deeter, 1977). Berdasarkan bentuk
dukungan sosial dibedakan menjadi :
1.
Dukungan emosional
Perilaku
memberi bantuan dalam bentuk sikap memberikan perhatian, mendengarkan dan
simpati terhadap orang lain. Dukungan emosional ini tampak pada sikap
menghargai, percaya, peduli, dan tanggap terhadap individu yang didukungnya.
2.
Dukungan instrumental
Merupakan bantuan nyata dalam bentuk merespon kebutuhan yang khusus
seperti pelayanan barang dan bantuan financial.
3.
Dukungan informasi
Berupa
saran, nasihat atau feedback kepada individu yang didukungnya.
4.
Dukungan penilaian
Berupa penilaian yang berisi penghargaan yang positif, dorongan maju
atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan para individu yang lain.
Berdasarkan sumber dukungan, dukungan sosial ada 3 macam yaitu;
pasangan hidup (suami atau istri), keluarga, rekan dan atasan. Dukungan dari
mereka secara signifikan dapat berpengaruh terhadap individu (Ray dan Miller,
1994 dalam Isnovijanti, 2002). Dukungan dari atasan dan rekan kerja dapat
mereduksi beban kerja yang diterima dalam pekerjaan, sedangkan dukungan dari
pasangan hidup dan keluarga lebih berperan pada dukungan emosional
(Parasuraman, 1992 dalam Isnovijanti, 2002). Menurut House dan Wells, 1978
(dalam Deeter dan Ramsey, 1997) dukungan sosial merupakan suatu transaksi
interpersonal yang melibatkan bantuan dalam bentuk dukungan emosi, dukungan
penilaian, dukungan informasi dan dukungan instrument yang diterima individu
sebagai anggota jaringan sosial. Dan hal yang mendukung adanya dukungan sosial
ini adalah sikap peduli dari rekan kerja, atasan, dan pasangan hidup, sikap
menghargai dari rekan kerja, atasan, dan pasangan hidup, serta sikap percaya
terhadap rekan kerja, atasan, dan pasangan hidup. Dengan demikian dimensi
dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian adalah:
1.
Rekan kerja
2.
Atasan
3.
Pasangan hidup atau keluarga
Robbins (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial yaitu hubungan dengan kolega,
rekan kerja atau atasan dapat menyangga dampak stress. Logika yang mendasari
pendapat ini adalah bahwa dukungan sosial bertindak sebagai suatu pereda, yang
mengurangi efek negatif bahkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang bertegangan
tinggi bagi pekerja yang memiliki hubungan yang kurang baik atau bahkan tidak
baik sama sekali dengan rekan kerja dan atasan, keterlibatan dengan keluarga
teman, dan komunitas di luar lingkungan kerja dapat memberikan dukungan
khususnya bagi mereka yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi – yang tidak
mereka peroleh di tempat kerja, dan ini membuat penyebab stress pekerjaan lebih
dapat ditolerir.
Hal serupa juga
dikemukakan oleh Rahim (1996), mereka yang memiliki dukungan sosial yang
rendah, maka akan memiliki hubungan yang besar terhadap terjadinya stress pada
diri mereka. Sedangkan seseorang dengan dukungan sosial yang tinggi, ia akan
memiliki hubungan yang kecil dengan terjadinya stress pada diri mereka. Caplan
et. al., (1975) dalam Deeter dan Ramsey (1997), berpendapat bahwa dukungan
sosial dapat mengurangi dampak stress, dengan memenuhi kebutuhan dasar manusia
yang terpenting, seperti keamanan dan kontak sosial.
2.2.5. Hubungan
Stress Kerja dengan Kepuasan Kerja
Beberapa studi yang dilakukan oleh peneliti yang mengkaji
hubungan antara stress dan kepuasan kerja. Stress adalah suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang.
Sedangkan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan dimana para
karyawan memandang pekerjaan mereka. Keduanya saling berhubungan seperti yang
dikemukakan Robbins (2003), bahwa salah satu dampak stress secara psikologis
dapat menurunkan kepuasan kerja karyawan. Robbins (2003) juga berpendapat
stress dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stress yang dikaitkan dengan pekerjaan
menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memang itulah
efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stress itu. Lebih
jauh lagi Robbins (2003) bahwa dampak dari stress terhadap kepuasan adalah
secara langsung.
Bagi
banyak orang kuantitas stress yang rendah sampai sedang, memungkinkan mereka
melakukan pekerjaannya dengan lebih baik karena membuat mereka mampu
meningkatkan intesitas kerja, kewaspadaan, dan kemampuan berinteraksi.
Sedangkan tingkat stress tinggi, atau bahkan tingkat sedang yang berkepanjangan
akhirnya akan menyebabkan
kinerja yang merosot secara drastis (Robbins, 2003). Penelitian lain yang telah
dilakukan menguunakan kerancauan peran (role ambiguity) dan konflik
peran (role conflict) sebagai penyebab munculnya stress. Penelitian yang
dilakukan oleh Hollon dan Chesser (1976); Miles (1976); Miles dan Petty (1975)
dalam Sullivan dan Bhagat (1992) pada umumnya mengidentifikasi stress kerja
(job stress) dan kepuasan kerja (job satisfaction) mempunyai hubungan yang
terbalik. Dalam penelitian yang serupa dilakukan oleh Kemery, Mossholder, dan
Bedeian (1987) dalam Sullivan dan Bragat (1992) menemukan bahwa konflik peran
dan kerancauan peran mempunyai hubungan yang langsung dengan kepuasan kerja dan
gejala fisik (physical symptoms) yang pada gilirannya akan mempengaruhi
niat untuk pindah (turnover intention). Stress kerja akan mempengaruhi
kesehatan seorang individu dan berdampak pada perilaku organisasi secara
negatif. Karyawan yang mengalami stress akan mudah untuk tidak masuk kerja,
berhenti dari pekerjaan, serta menderita penyakit yang berat, seperti jantung
koroner, liver, diabetes, kolesterol, stroke, darah tinggi, dan masih banyak
lagi.
2.2.6. Hubungan
Stress Kerja dengan Kepuasan Kerja yang Dimoderasi Oleh Dukungan Sosial
LaRocco, House, dan French (1980) dalam Parasuraman,
Greenhaus, dan Granrose (1992) menemukan sumber-sumber dukungan yang memberikan
efek yang berbeda pada variabel yang berbeda pula. Dalam konteks stress kerja
terdapat dua sumber yang mempengaruhi diantaranya; dukungan sosial pada
pekerjaan (contohnya supervisor dan rekan kerja) dan dukungan sosial dari
pasangan dan keluarga. Dukungan tersebut mencakup penyampaian informasi, segi
emosional, penilaian, dan instrumen lainnya dari sumber yang berbeda (House,
1981). Hal ini konsisten dengan model stress dan penelitian sebelumnya,
dukungan dari pasangan dan pekerjaan terbukti memiliki efek langsung sekaligus
memoderasi tiga indikator, antara lain; kepuasan kerja, kepuasan keluarga, dan
tingkat stress. Belle (1989) menyebutkan bahwa dukungan sosial memiliki efek
yang berbeda terhadap pria dan wanita. Pada kasus yang sama, Eitzion (1984)
menemukan bahwa dukungan dalam pekerjaan mempengaruhi stress pada pria,
sedangkan dukungan keluarga memperngaruhi stress pada wanita.
Para
peneliti tentang stress menekankan bahwa pentingnya dukungan sosial sebagai
sumber dalam mengurangi stress dalam domain kehidupan yang berbeda (Beehr,
1985; Gore, 1987; Greenhaus dan Parasuraman, 1986; House, 1981; Kessler et al.,
1985). Dukungan dapat berasal dari tempat kerja dan di luar tempat kerja
terutama dalam bentuk dukungan emosi atau dukungan instrumental.
Meskipun dukungan sosial dari tempat kerja merupakan sumber yang
penting dalam menghadapi stress daripada dukungan sosial di luar tempat kerja
(Beehr, 1995), sumber dukungan sosial di luar tempat kerja juga ikut berperan
dalam mereduksi terjadinya stress (Kahn dan Byosiere, 1991; LaRocco, House dan
French, 1980). Dukungan di luar tempat kerja yang paling menonjol adalah
dukungan dari keluarga, dimana keluarga dapat memberikan dukungan instrumental
dan emosional secara langsung. Kaufman dan Beehr (1989), menyatakan dukungan
emosional dari kelurga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kepuasan
kerja, kejenuhan, dan depresi yang sering dinamakan dengan reaksi tekanan.
Para peneliti
juga menduga bahwa dukungan mempengaruhi peran nyata dalam proses stress.
Dukungan sosial mempunyai pengaruh langsung dalam indikasi stress dan well-being
(meliputi kepuasan kerja, kepuasan keluarga, dan tingkat stress). Pada
konteks ini, dukungan sosial berperan mengurangi tekanan dan penyebab stress
lainnya dari domain yang berbeda. Sebagai contoh, dukungan pasangan (suami /
istri) mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja (Ruud dan McKenry, 1986) dan
fungsi perkawinan (Suchet dan Barling, 1986). Vanfossen (1981) menemukan fakta
bahwa dukungan dari suami dapat mengurangi dampak depresi yang di alami oleh
istri (yang bekerja / berkarier) yang memilki tingkat kepuasan kerja yang lebih
rendah, sementara itu dukungan yang kuat dari ikatan pernikahan dapat
mengurangi dampak dari iklim sosial yang buruk yang mempengaruhi tingkat stress
suami (Parasuraman, Greenhouse, dan Granrose, 1982).
2.3. Kerangka
Berpikir
Kerangka
berpikir yang diajukan untuk penelitian ini
berdasarkan pada hasil telah teori seperti yang telah diuraikan di atas. Untuk
lebih memudahkan pemahaman mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini,
maka dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar
2.2 Kerangka Berpikir
PENGARUH STRESS KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA DENGAN
DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING (PT.Patuh Patut Patju (Tripat)) LOMBOK BARAT
|
|||
|
|||
|
2.4. Hipotesis
Hipotesis yang
dipakai dalam penelitian ini adalah:
H1 : Stress kerja berpengaruh negatif
terhadap kepuasan kerja.
H2
: Dukungan
sosial memoderasi pengaruh stress kerja terhadap
kepuasan kerja.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian exsplanatori (explanatory research), karena penelitian ini bermaksud
untuk menjelaskan hubungan kausal (sebab akibat) antara variabel melalui
pengujian hipotesis yang telah digunakan.
3.2. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi dan sampel
diperlukan dalam sebuah penelitian untuk mengumpulkan data dari variabel yang diteliti, pengertian populasi
dapat diartikan sebagai sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang
mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya(Indriantoro dan Supomo, 1999). Populasi
penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. PATUT PATUH PATJU (TRIPAT) LOMBOK
BARAT yang berjumlah 69 orang
Sampel adalah bagian atau
wakil populasi yang diteliti, sampel merupakan sebagian dari populasi yang memiliki
karakteristik yang relatif sama dan dianggap bias mewakili populasi (Sugiono,
2004). Dalam menentukan sampel diperlukan suatu metode pengambilan sampel yang
tepat agar diperoleh sampel yang refresentatif dan dapat menggambarkan keadaan
populasi secara maksimal. Dalam hal ini peneliti menggunakan seluruh staf devisi
sebagai responden PT. PATUT PATUH PATJU (TRIPAT) LOMBOK BARAT. Berikut daftar jumlah karyawan PT. Patut Patuh Patju (Tripat) Lombok Barat
Daftar Jumlah Karyawan PT.
Patut Patuh Patju (Tripat)
Lombok Barat
Devisi Taman Narmada
|
Devisi Agrobisnis
|
Devisi Offset Printing
|
Devisi ATK dan Travel
|
32
|
23
|
7
|
7
|
Untuk
menghitung dan menentukan sampel dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Rumus Slovin : n =
N N . e 2 +1
Dimana:
n : Ukuran Sampel
N :
Ukuran Populasi
e :
Galat Pendugaan
= 59
Hasil perhitungan setiap devisi karyawan PT. Patut Patuh
Patju (Tripat) Lombok Barat sebagai berikut:
a.
Devisi
Taman Narmada
b.
Devisi
Agrobisnis
c.
Devisi
Offset Printing
d.
Devisi
ATK & Travel
Hasil dari perhitungan sampelnya minimal 59 akan tetapi
dalam penelitian, sampel yang akan digunakan adalah 60 0rang karyawan.
3.3.
TEKNIK
PENGUMPULAN DATA
Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1.
Kuesioner
adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada responden dengan panduan kuesioner. Kuuesioner
dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan terbuka dan tertutup. Dalam
pengukurannya, setiap responden diminta pendapatnya mengenai suatu pernyataan,
dengan skala penelitian dari 1 sampai dengan 5. Tanggapan positif (maksimal) diberi
nilai paling besar (5) dan tanggapan negatif (minimal) diberi nilai paling
kecil (1).
Skala Pengukuran Persepsi
Responden (Skala Likert 1 s.d 5)
Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju
1 2 3 4 5
Dalam penelitian ini, untuk
memudahkan responden dalam menjawab kuesioner, maka skala peniliannya sebagai
berikut :
Skala 1 : Sangat tidak setuju
Skala 2 : Tidak setuju
Skala 3 : Netral
Skala 4 : Setuju
Skala 5 : Sangat setuju
2. Wawancara adalah melakukan tanya jawab secara langsung
dengan responden yang berwenang untuk memberi informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.
3.4.
JENIS
DAN SUMBER DATA
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a.
Data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli tanpa melalui
media perantara. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti
untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer yang dihasilkan dalam
penelitian ini merupakan hasil dari tanggapan responden terhadap
variabel-variabel penelitian yang akan di uji. Yang menjadi dasar dari metode
ini adalah self report subjektif. Dengan dasar metode ini diharapkan dapat
mengenai sasaran karena subjek dianggap paling mengetahui dirinya.
b.
Data Skunder adalah data penelitian yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara, data ini
diperoleh dan dicatat oleh pihak lain. Data skunder ini diperoleh dan
literatur-literatur, jurnal-jurnal penelitian terdahulu, majalah maupun data
dokumen perusahaan yang diperlukan dalam penelitian ini. Data skunder dalam
penelitian ini digunakan untuk memperkuat data primer yang didapat dan
melengkapi kekurangan data primer.
3.5.
VARIABEL
PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
Variabel penelitian adalah
hal-hal yang dapat membedakan atu membawa variasi pada suatu nilai tertentu.
Ada 2 jenis variabel yang di uji dalam penelitian ini yaitu variabel independen
(X1), yaitu stress kerja,
(X2) yaitu dukungan sosial dan variabel independen (Y) adalah kepuasan kerja.
Depinisi operasional adalah
operasionalisasi konsep agar dapat diteliti atau di ukur melalui gejala-gejala
yang ada. Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana variabel
diukur, sehingga peneliti dapat mengetahui baik dan buruk pengukuran tersebut.
Definisi operasional dalam
penelitian ini kemudian diuraikan menjadi indikator empiris yang meliputi :
1.
Stress Kerja
Menurut Ivancevich dan
Matteson dalam Luthans (2006), stress
diartikan sebagai interaksi individu dengan lingkungan, tetapi kemudian
diperinci lagi menjadi respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu
dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau
kejadian eksternal (Lingkungan) yang menetapkan tuntunan psikologi dan atau
fisik secara berlebihan pada seseorang. Dimensi yang digunakan dalam pengukuran
variabel stress kerja
menggunakan pendapat dari Mas’ud (2004), dimensi tersebut adalah skala kesan
stress (meliputi skala kesan stress ekstraorganisasi, skala kesan stress organisasi, dan skala kesan stress kelompok) dan skala stressor individu.
2.
Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah suatu
transaksi interpersonal yang melibatkan affirmation (bantuan) dalam bentuk
dukungan emosi, dukungan penilaian, dukungan informasi, dan dukungan instrument
yang diterima individu sebagai anggota jaringan sosial (House dan wells, 1987
dalam isnovijati 2002). Dimensi dukungan sosial yang dipakai dalam penelitian
ini adalah dukungan dari rekan kerja, dukungan dari atasan, dan dukungan dari
pasangan hidup atau keluarga.
3.
Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Robbins (2003)
kepuasan kerja karyawan diartikan sebagai sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaannya. Karyawannya dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menujukkan
sikap yang positif terhadap pekerjaanya, sedangkan karyawan yang tidak puas
dengan pekerjaannya tersebut untuk mengukur kepuasan kerja dapat menggunakan
beberapa dimensi, antara lain kesempatan untuk mengembangkan diri (promosi),
kepuasan terhadap gaji atau kompensasi, kondisi pekerjaan, dan hubungan dengan
rekan kerja dan atasan atau supervisor (Robbins,2003). Selanjutnya untuk
memberikan gambaran mengenai variabel-variabel penelitian dalam penelitian ini,
dapat dilihat dalam tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1.
Tabel Variabel Penelitian
No
|
Variabel Penelitian
|
Dimensi Penelitian
|
Indikator Penelitian
|
Kepustakan Literatur
|
1
|
Stress Kerja
|
Skala kesan stress ekstraorganisasi
|
· Kesulitan dalam menciptakan
suasana kerja yang menyenangkan.
· Tuntutan tugas yang tidak
menyenangkan.
· Menjadi mudah marah
terhadap hal-hal yang terjadi ditempat kerja.
|
Dwilita (2007)
Mas’ud (2004)
Novitasari (2003)
|
|
|
Skala kesan Stress Organisasi
|
· Kesulitan dalam memenuhi
standar kerja.
· Beban pekerjaan yang
melebihi.
· Masalah teknologi yang
digunakan.
|
|
|
|
Skala Stressor individu
|
· Kurangnya waktu untuk
istirahat.
· Jenuh dengan pekerjaan yang
dikerjakan.
· Produktivitas kerja yang
menurun.
|
|
|
|
Skala Kesan Stress kelompok
|
· Kurangnya kerjasama.
· Instuksi atasan yang kurang
jelas.
· Akan menerima pekerjaan di
perusahaan lain.
|
|
2.
|
Dukungan Sosial
|
Dukungan dari rekan kerja
|
· Rekan kerja dapat
diandalkan ketika menghadsapi masalah yang berat.
· Rekan kerja mau
mendengarkan permasalahan yang dihadapi.
· Rekan kerja mau memberikan
bantuan yang berkaitan dengan masalah pekerjaan yang dihadapi.
|
Hendrayani (2006)
Murtiningrum (2006)
|
|
|
Dukungan dari atasan
|
· Atasan memberikan saran
yang berguna agar dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi.
· Atasan melakukan
pengambilan keputusan secara adil dan bijaksana.
· Atasan memberikan dorongan
dan semangat kerja.
|
|
|
|
Dukungan dari keluarga
|
· Keluarga memperhatikan
masalah kerja yang dihadapi.
· Keluarga memberikan bantuan
yang berkaitan dengan permasalahan pekerjaan.
· Bila mengalami konflik
dengan rekan atau atasan, keluarga memberikan petunjuk cara penyelesaiannya.
|
|
3.
|
Kepuasan Kerja
|
Pekerjaan itu sendiri
|
· Pekerjaan sangat menarik.
· Merasa senang dengan
tingkat tanggung jawab pada pekerjaan
|
Mas’ud (2004)
Edi Suhanto (2009)
|
|
|
Kesempatan berkembang atau promosi
|
· Jarang terjadi promosi.
· Bila melaksanakan pekerjaan
dengan baik, akan dipromosikan.
|
|
|
|
Gaji atau konpensasi
|
· Tunjangan yang diperoleh
cukup banyak.
· Organisasi member gaji
lebih baik dari pada pesaing.
|
|
|
|
Supervaisor
|
· Supervaisor memberi
dukungan.
· Supervaisor mempunyai
motivasi kerja tinggi.
|
|
|
|
Rekan kerja
|
· Ketika meminta rekan
melakukan pekerjaan, pekerjaan tersebut selesai.
· Menikmati pekerjaan dengan
teman-teman disini.
|
|
3.6
METODE
ANALISIS DATA
3.6.1
Pengujian
Validitas dan Reliabilitas Data
Sebelum penelitian dilakukan,
perlu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap daftar pertanyaan
yang digunakan. Pengujian validitas dan reliabilitas daftar pertanyaan ini dimaksudkan
agar daftar pertanyaan yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian
memiliki tingkat validitas dan reliabilitas memenuhi batasan yang disyaratkan.
Uji Validitas dan uji
reliabilitas dilakukan untuk memastikan instrumen tersebut merupakan alat ukur
yang akurat dan dapat dipercaya. Validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur
tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan
reliabilitas menunjukkan sejauh mana alat ukur yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama
(Sugiyono, 2004). Penghitungan uji validitas dapat dihitung sebagai berikut:
|
Kriteria pengujian yang
digunakan untuk menetapkan semua item kuesioner dikatan valid atau tidak ada
jika r hitung yang merupakan nilai dan Correlated Item-Total Correlated lebih
besar dari r hitung kurang dari r tabel berarti instrumen pengukuran tersebut
tidak valid (Ghozali, 2006).
Sementara itu uji
reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi konstruk atau variabel
penelitian. Suatu variabel dikatakan reliabel jika jawaban responden terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Alat ukur yang
akan digunakan adalah dengan uji statistik cronbach alpha (a) dan di ukur
dengan bantuan program SPSS. Perhitungan a dapat dihitung sebagai berikut :
|
Suatu variabel atau konstruk
dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha lebih dari 0,60
(Ghozali, 2006).
3.6.2
Uji
Asumsi Klasik
Sebelum pengujian hipotesis
dilakukan, terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian-pengujian terhadap gejala
penyimpangan asumsi klasik. Asumsi model linear klasik adalah tidak terdapat
multikolinearitas, autokolerasi heteroskedasitas dan data terdistribusi secara
normal. Cara yang digunakan untuk menguji gejala penyimpangan asumsi klasik
sebagai berikut (Ghozali, 2006) :
1.
Pengujian Normalitas
Pengujian normalitas
bertujuan untuk mengetahui apakah baik variabel bebas maupun terikat mempunyai
ditribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik mempunyai distribusi yang
normal atau mendekati normal. Pengujian normalisasi dilakukan dengan cara :
a. Melihat
Normal Probability Plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data
sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data
sesungguhnya diplotkan sedangkan distribusi normal akan membentuk garis
diagonal (Ghozali, 2006).
b. Melihat
histogram yang membandingkan data sesungguhnya dengan disribusi normal.
2.
Pengujian Heteroskedastisidas.
Tujuan dari pengujian ini
adalah untuk menguji apakahn dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik
adalah yang Homoskesdastisitas, yakni variance dan residual satu pengamatan lain bersifat tetap (Ghozali, 2006).
3.
Pengujian Multikolinieritas.
Multikolinieritas berarti ada hubungan linear
yang sempurna atau pasti antar beberapa atau semua variabel bebas dalam model
regresi. Konsekuensi adanya multikolinieritas adalah koefisien regresi variabel
tidak tentu dan kesalahan menjadi tidak terhingga. Pengujian Multikolinieritas
dapat dilakukan dengan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance.
Kedua ukuran ini menunjukkan variabel bebas mana saja yang bisa di jelaskan
oleh variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas
terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Bila nilai
tolerance di atas 0,1 maka dikatakan tidak terjadi kolinearitas yang berarti
(Ghozali,2006).
3.6.3
Analisis
Regresi.
Hasil pengumpulan data akan
di himpun setiap variabel sebagai suatu nilai dari setiap responden dan dapat
dihitung melalui program SPSS. Metode penganalisaan data menggunakan
perhitungan statistik dan program SPSS untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan apakah dapat diterima atau ditolak. Dalam penelitian ini perhitungan
statistik menggunakan Model Analisis Regresi dengan persamaan sebagai
berikut :
Untuk menguji Hipotesis 1
yaitu pengaruh hubungan antara stress kerja dengan
kepuasan kerja karyawan :
Keterangan:
Y = Kepuasan
kerja karyawan
e =
Residual atau prediction
error
Untuk menguji hipotesis 2
yaitu pengaruh stress kerja dan nilai
selisih mutlak stress kerja dengan dukungan sosial akan mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan, dengan
persamaan regresi melalui Uji Nilai Selisih Mutlak. Uji Nilai Selisih
Mutlak merupakan aplikasi khusus regresi berganda linier untuk menguji moderasi
dengan nilai selisih mutlak dari variabel independen (Ghozali, 2006) :
Y = b 1 X 1
+ b 2 X 2
+ b 3 absX 1
_X 2
(2)
Keterangan:
Y dan
Y 1
= Kepuasan Kerja Karyawan
*Jika variabel dukungan sosial merupakan moderating
variabel, maka koefisien b 3
harus signifilan
pada 0,05 atau 0,10 (Ghozali, 2006)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi
Objek Penelitian
4.1.1. Gambaran
Umum Perusahaan
Sebagai perusahaan yang diawali denganbadan hukum berupa
Perda dan berbentuk Perusahaan Daerah dan upaya revalitasi telah dirubah
statusnya menjadi perusahaan terbatas (PT). Perusahaan Daerah Patuh Patut Patju
yang terdiri dari devisi Taman Narmada dan Kominfo telah dapat merampungkan
tugasnya melaksanakan program kerja tahun buku 2009 yang baru lalu.
Pembangunan daerah merupakan pembangunan integral dari
pembangunan nasional dengan sasaran utama adalah meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan seluruh rakyatnya. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka
meningkatkan pembanunan di Lombok Barat diperlukan berbagai upaya untuk
pembangunan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana salah satu
komponennnya adalah hasil Perusahaan Daerah.
Sebagai perusahaan millik daerah yang masih relatif baru
setelah di revitalisasi tentu memerlukan berbagai upaya untuk dapat lebih
mengembangkan dan meningkatkan kinerja perusahaan dimaksud berbagai upaya telah
dilaksanakan baik oleh perusahaan daerah maupun oleh dan bersama-sama
pemerintah daerah serta instansi terkait lainnya. Diharapkan upaya-upaya
tersebut dapat memberikan hasil yang konkrit demi kemajuan perusahaan dan
kerjasama yang telah terjalin selama ini dapat terpelihara dengan baik dan
dapat ditingkatkan untuk tahun-tahun yang akan datang.
Dengan ini kami sampaikan Tupoksi sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi masing-masing Devisi Perusahaan Daerah yaitu:
1.
Devisi
Taman Narmada
2.
Devisi
Kominfo
3.
Devisi
Trading
4.
Devisi
Travel & Tiketing
4.1.1.1. Visi
dan Misi Perusahaan
Dalam upaya memberdayakan BUMD maka Pemerintah daerah dan
pihak manajemen harus meredefisi kembali peran BUMD sebagai korporasi yang
mampu mencetak laba, mendukung peningkatan pendapatan daerah, dan menjadi
akselerator pertumbuhan ekonomi wilayah. Pada akhirnya sejauh mana BUMD
berhasil mengemban misi peningkatan PAD bagi suatu daerah, tergantung pada
polotical pemerintah daerah untuk konsekuen mendesentralisasikan manajemen BUMD
kepada para profesional yang bersedia untuk itu.
PT. PATUT PATUH
PATJU saat ini merupakan salah satu
Badan Usaha Milik Negara (BUMD) Kabupaten Lombok Barat yang merupakan implementasi dari amanat Peraturan
Daerah Nomor 7 Tahun 2010 yang diharapkan mampu meningkatkan daya saing
Perusahaan daerah Patut Patuh Patju guna mengantisipasi perkembangan ekonomi
global dan perlu ditingkatkan peransertanya dalam rangka peningkatan kinerja
pelayanan kepada masyarakat dan permodalan perusahaan.
Semangat pemerintah Kabupaten Lombok Barat saat ini yang
tercermin dari Visi dan Misi Lombok Barat tentunya menjadi suatu fondasi
seluruh elemen masyarakat. Pemerintah dan seluruh satake holder termasuk PT.
PATUT PATUH PATJU untuk berbenah dan menjadikan daya ungkit dalam prestasi
kinerja yang berorientasi pada efektivitas dan efisiensi. Selaras dengan motto
pembangunan Kabupaten Lombok Barat yang “Maju,
Mandiri, dan Bermartabat Dengan Dilandasi Patut Patuh Patju” bertujuan
untuk memaksimalkan potensi yang ada, baik dari sisi sumber daya alam, sumber
daya manusia, sosial kemasyarakatan, keluhuran budaya serta kearifan lokal maka
seharusnya PT. PATUT PATUH PATJU membangun motivasi guna mengoptimalkan potensi
Lombok Barat melalui komitmen seluruh jajaran yang ada dalam struktur manajemen
untuk bersama membangun dan mensejajarkan diri dengan BUMD daerah lain yang
lebih maju.
Langkah kongkrit untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan
dengan memprioritaskan potensi daerah yang ada merumuskannya menjadi
iventarisasi opportunity bisnis, serta membuat perencanaan eksekusi yang
selaras dengan kebutuhan yang ada. Melalui sebuah konsep bisnis yang terarah
dan terencana dengan membuat suatu analisa yang komprehensip secara menyeluruh
maka target untuk menjadikan PT. PATUT PATUH PATJU sebagai perusahaan yang
eksis dan produktif akan lebih cepat tercapai.
Rumusan latar belakang di atas kemudian
di-jahwantahkan-kan dalam Visi, Misi, Nilai, Tujuan, Strategi, dan Pengelolaan
sebagai berikut:
·
Visi Perusahaan
Terwujudnya perusahaan daerah yang produktif dan berdaya
saing tinggi serta mampu memberikan kontribusi optimal terhadap perusahaan dan
masyarakat Kabupaten Lombok Barat yang dilandasi semangat profesionalisme dan
keluhuran budaya.
·
Misi Perusahaan
1.
Memberdayakan
sumber daya alam dan sumber daya manusia secara optimal dengan menerapkan
prinsip bisnis yang berkelanjutan yaitu sebuah sistem yang dapat mengikuti
perkembangan setiap waktu
2.
Memberdayakan
perkembangan ekonomi berbasis pemberdayaan masyarakat dengan mengoptimalkan
potensi yang ada, melalui pola-pola kemitraan masyarakat dan kelembagaan
3.
Meningkatkan
produktifitas dan efisiensi usaha melalui pendekatan manajemen yang
mengedepankan kopetensi serta diversifikasi usaha.
·
Tujuan Perusahaan
1.
Meningkatkan
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia serta menjaga keselarasan
sumber daya alam dan lingkungan
2.
Menciptakan
dan pemerataan kesempatan kerja dan berusaha untuk menjadi sumber PAD bagi
Pemda Lombok Barat
3.
Menjadi
sarana investasi daerah dengan tata kelola profesional serta menjadi
fasilitator investasi di Lombok Barat
4.
Mewujudkan
perusahaan yang kompetitif, selaras dengan keungggulan komparatif dengan suatu
proses yang dapat memberi nilai tambah pada suatu potensi daerah
5.
Menjadi
mitra pemerintah dalam menumbuhkembangkan ekonomi rakyat yang berbasis berdaya
lokal dan menumbuhkan investasi dengan prinsip pembangunan yang tetap
berkesinambungan
·
Strategi Pengembangan dan Pengelolaan
Dalam menjalankan dan mengembangkan PT. PATUT PATUH PATJU
diperlukan suatu ramuan tentang orientasi bisnis, modal, yang dibutuhkan serta
sistem yang akan dibangun. Dari sisi orientasi bisinis kedepannnya dapat
dikelompokkan dalam 2 garis utama yaitu:
1.
Usaha Produksi
Saat ini dan kedepannya kondisi negara dan dunia kan
mengalami krisis dibidang energi, pangan dan air (berdasarkan literatur
terkini). Mengacu pada keadaan ini, PT. PATUT PATUH PATJU harus mampu melihat
ini sebagai sebuah tantangan dan peluang yang dapat dijadikan sebuah refrensi
rencana bisnis. Semangat dari usaha produksi dharapkan dapat dapat mendorong
terbukanya lapangan pekerjaan yang lebih luas didalam perusahaan dan dapat dijadikan
media pemberdayaan masyarakat dengan membuat suatu rencana usaha yang bersifat
modal, seperti pengelolaan agro bisnis.
2.
Usaha
Jasa
Dalam mendesain usaha jasa hal pokok yang diperhatikan
adalah kemampuan teknis dan eksekusi. Sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara
(BMUD), PT. PATUT PATUH PATJU seharusnya mampu menjadi mitra strategis
pemerintah dalam memenuhi beberapa program-program yang menjadi kebutuhan rutin
pemerintah. Adapun usaha jasa yang akan dikembangkan harus terbangun dalam
sinergi dengan pemerintah yaitu prinsip dari Lombok Barat untuk Lombok Barat.
Eksistensi usaha jasa yang dapat dijalankan oleh BUMD tetap harus berdasarkan
pada regulasi yang taat aturan, efisiensi serta layanan yang mengedepankan
market oriented seperti jasa tour travel, ATK, perlengkapan, Jasa konstruksi
dan lain-lain. Kombinasi antara usaha produksi dan jasa dapat juga
diaplikasikan dalam usaha percetakan dan advertising yang dapat dijelaskan
secara lebih detail melalui perencanaan bisnis tersendiri.
4.1.1.2. Sumber
Daya Manusia
Dilihat dari visi, misi, tujuan, strategi pengembangan
dan pengelolaan perusahaan di atas, dapat diketahui bahwa PT. PATUT PATUH PATJU
LOMBOK BARAT tidak hanya memperhatikan kepentingan perusahaan dan pelanggannya
saja, tetapi kesejahteraan dari para karyawan juga sangat diperhatikan. Jumlah
PT. Patut Patuh Patju Lombok Barat terdiri dari
4.1.2. Deskripsi
Responden
Responden dalam
penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Patut Patuh Patju Lombok
Barat yang keseluruhan populasinya 68 karyawan dari keseluruhan devisi. Dimana
jumlah karyawan terdiri dari empat devisi yaitu devisi Taman Narmada, devisi
Agrobisnis, devisi Offset Printing, dan devisi ATK & Travel. Kuesioner yang
disebarkan sebanyak 69 kuesioner, yang dikembalikan kepada peneliti 57 kuensioner
(respon rate 83%). Dari jumlah
kuesioner yang kembali yang layak untuk di analisis sebanyak 54 kuesioner
tersebut dapat ditetapkan jumlah responden yang digunakan sebagai sampel
penelitian 54 karyawan. Teknik pengambilan sampel ini adalah purposive sampling, dimana dalam teknik
ini hanya karyawan-karyawan yang sesuai dengan pertimbangan dan syarat khusus
saja yang bisa dijadikan sampel, dengan begitu akan diperoleh data dari
karyawan yang benar-benar mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang
perusahaan.
4.1.2.1. Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan terakhir sangat mempengaruhi kemampuan
dan tingkat kepercayaan diri seorang karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
Karyawan dengan pendidikan yang tinggi akan lebih mampu menyelesaikan pekerjaan
dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada karyawan dengan tingkat
pendidikan yang lebih rendah. Tanggung jawab dari karyawan dengan tingkat
pendidikan yang tinnggi biasanya juga jauh lebih tinggi karena mereka lebih
dipercaya untuk menangani tingkat pekerjaan yang dianggap tidak mampu dikerjakan
oleh karyawan yang kurang pengalaman, apalagi yang berpendidikan tidak terlalu
tinggi. Data mengenai responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada
tabel 4.2 berikut ini:
Tabel
4.2 Tabel Pendidikan Responden
Tingkat
Pendidikan
|
Responden
|
Persentase
|
SMP (Sekolah Menengah Pertama)
SMA (Sekolah Menengah Pertama)
DIPLOMA
S1
|
2
40
4
8
|
3 %
75 %
7 %
14 %
|
Jumlah
|
54
|
100%
|
Dari data primer yang dioalah diatas, dapat diketahui
bahwa mayoritas tingkat pendidikan responden karyawan PT. Patut Patuh Patju
Lombok Barat dalam penelitian ini berpendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas)
yaitu sebanyak 40 orang atau 75 % selanjutnya adalah tingkat pendidikan S1 yang
berjumlah 8 orang atau 14 % kemudian, tingkat D2 (Diploma) berjumlah 4 orang
atau sebesar 7% dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) berjumlah 2 orang atau 3 %.
Dari data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa besarnya persentase karyawan
PT. Patut Patuh Patju Lombok Barat berpendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas)
dikarenakan tingkat pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas) Syarat minimal yang
dibutuhkan oleh karyawan pada PT. Patrut Patut Patju Lombok Barat.
4.1.2.2. Responden Menurut Usia
Usia seorang karyawan sangat menentukan kinerja secara
keseluruhan. Karyawan dengan usia yang relatif masih muda akan mempunyai
kemampuan fisik yang lebih baik daripada karyawan yang lebih tua. Akan tetapi
seorang karyawan yang sudah berusia lebih tua akan mempunyai pengalaman yanng
tidak dimiliki oleh karyawan yang masih berusia muda. Oleh karena itu akan
lebih baik apabila perusahaan menggabungkan atau memadukan karyawan berusia tua
dengan usia muda. Data mengenai responden menurut usia dapat di lihat pada 4.3
berikut ini:
Tabel
4.3 Usia Responden
Usia
|
Jumlah
|
Persentase
|
20 tahun
21- 30 tahun
31 – 40 tahun
41 – 50 tahun
|
- orang
27 orang
19 orang
8 orang
- orang
|
50 %
35 %
15 %
|
Jumlah
|
54
|
100%
|
Dari data primer yang diolah di atas, dapat diketahui
bahwa mayoritas usia responden karyawan PT. Patut Patuh Patju Lombok Barat
dalam penelitian ini adalah berusia 20 – 30 tahun yaitu sebanyak 27 orang atau
dengan persentase sebesar 50 %, setelah
itu diikuti oleh usia 31 – 40 orang sebanyak 19 orang atau dengan jumlah
persentase 35 % dan kemudian diikuti dengan usia 41 – 50 orang atau dengan
jumlah persentase sebesar 15 %. Dari data di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa besarnya persentase karyawan 21 – 30 tahun dikarenakan pada usia tersebut
karyawan cenderung bekerja pada usia yang sangat produktif pada perusahaan.
4.1.2.3. Responden
Menurut Masa Kerja
Masa kerja erat dihubungkan dengan pengalaman,
kepercayaan diri yang tinggi dan pemahaman job
description yang lebih baik. Hal itulah yang dimiliki oleh karyawan dengan
masa kerja yang sudah lama, walaupun mungkin dari segi umur sudah termasuk tua.
Data menurut responden menurut masa kerja dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut
ini
Tabel
4.4 Masa Kerja Responden
Masa Kerja
|
Jumlah
|
Persentase
|
1-11 bulan
1- 3 tahun
3 – 5 tahun
|
13
25
16
|
24 %
46 %
30 %
|
Jumlah
|
54
|
100%
|
Dari data primer yang diolah di atas, dapat diketahui
bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah karyawan yang sudah
bekerja di PT. Patut Patuh Patju Lombok Barat 1-3 tahun yaitu sebanyak 25 orang
atau dengan persentase 46 %. Setelah itu diikuti oleh karyawan dengan masa
kerja 1-5 tahun yaitu sebanyak 16 orang atau 30 % dan kemudian karyawan dengan
massa kerja 1-11 bulan yaitu 13 orang atau 24 %.Dari data diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa besarnya
persentase karyawan memiliki massa kerja 1-3 tahun di karenakan karyawan
memiliki keinginan untuk keluar dari pekerjaan sebagai karyawan di PT. Patut
Patuh Patju Lombok Barat dan mencari pekerjaan yang lebih baik.
4.2. Analisa
Data
4.2.1. Uji
Validitas Dan Reliabilitas
Uji validitas ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kesahiahan dari angket atau kuesioner. Kesahihan disini mempunyai
arti kuesioner atau angket yang dipergunakan mampu untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur. Suatu kuesioner dakatakan valid (handal) jika jawaban
seseorang terhadap pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner tersebut adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji validitas ini bisa dilakukan
dengan membandingakan nilai r hitung dengan nilai r tabel. Nilai r hitung
diambil dari SPSS Cronbach Alpha pada kolom Correlated
Item-Total Correlation. Sedangkan nilai r tabel diambil dengan menggunakan
rumus df = n - 2 (Ghozali, 2006). Yaitu df = 54 – 2 = 52, sehingga menghasilkan
r tabel sebesar 0,167.
Dasar pengambilan keputusan untuk menguji validitas
kuesioner adalah :
·
Jika
r hitung (+) dan r hitung > r tabel, maka variabel tersebut valid
·
Jika
r hitung (-) serta r hitung < r
tabel, maka variabel tersebut tidak valid
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas
No
|
Variabel/Indikator
|
r hitumg
|
r tabel
|
Keterangan
|
1
|
Stress Kerja (
a_1
a_2
a_3
a_4
a_5
a_6
a-7
a_8
a_10
a_11
a_12
|
0,275
0,274
0,275
0,275
0,216
0,376
0,296
0,277
0,216
0,246
0,216
0,227
|
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
|
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
|
|
b_1
b_2
b_3
b_4
b_5
|
0,175
0,175
0,176
0,175
0,176
|
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
|
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
|
|
b_6
b_7
b_8
b_9
|
0,176
0,176
0,175
0,176
|
0,167
0,167
0,167
0,167
|
Valid
Valid
Valid
Valid
|
|
c_1
c_2
c_3
c_4
c_5
c_6
c_7
c_8
c_9
c_10
|
0,465
0,375
0,365
0,345
0,355
0,364
0,355
0,375
0,385
0,375
|
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
0,167
|
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
|
Dari tabel
diatas dapat dilihat bahwa nilai dari r hitung keseluruhan indikator yang diuji
bernilai positif dan lebih besar dari nilai r tabel yang besarnya adalah 0,167.
Karena keseluruhan nilai r hitung semua indikator yang diuji lebih besar
daripada nilai r tabel, maka dapat diambil kesimpulan bahwa semua butir
indikator dalam penelitian ini dinyatakan valid.
4.2.1.2 Uji Reliabelitas
Uji
reliabelitas merupakan uji kehandalan yang bertujuan untuk mengetahui seberapa
jauh sebuah alat ukur dapat diandalkan atau dipercaya. Pengujian reliabelitas
terhadap seluruh item/pertanyaan yang dipergunakan dalam penelitian ini akan
menggunakan formula cronbach alpha (koofesien
cronbach alpha), dimana secara umum
yang dianggap reliabel apabila nilai alpha cronbachnya > 0,6 (Nunaly dalam
Ghozali, 2006). Hasil lengkap uji reliabelitas dapat dilihat pada tabel 4.6
berikut ini:
Tabel
4.6
Hasil
Uji Reliabelitas
Reliabel
|
Cronbach Alpha
|
keterangan
|
Stress Kerja
|
0,732
|
Reliabel
|
Dukungan Sosial
|
0,635
|
Reliabel
|
dapat Kepuasan Kerja
|
0,753
|
Reliabel
|
Dari tabel 4.6
di atas dapat diketahui bahwa nilai Cronbach
Alpha dari seluruh variabel yang
diujikan nilainya sudah diatas 0,60, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh
variabel dalam penelitian ini lolos dalam uji reliabelitas dan dinyatakan
reliabel.
4.2.2. Uji
Asumsi Klasik
Uji multikolinearias bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Deteksi
multikultural dengan melihat tolerance dan lawannya VIF. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai
VIF yanng tinggi (VIF=1/tolerance)
dan menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Nilai yang umum dipakai adalah
nilai toleranc 0,10 atau sama dengan
nilai VIF di atas 10 dengan kolineritas yang dapat ditolerir adalah nilai tolerance 0,10 sama dengan tingkat
multikolinearitas 0,95 (Ghozali, 2006). Hasil uji multikolinearitas dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.7
Hasil Uji
Multikolinearitas
Coefficientsa
|
||||||||
Model
|
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
t
|
Sig.
|
Collinearity Statistics
|
|||
B
|
Std. Error
|
Beta
|
Tolerance
|
VIF
|
||||
1
|
(Constant)
|
89.301
|
32.652
|
|
2.735
|
.009
|
|
|
Stres
|
.367
|
.190
|
.541
|
1.934
|
.059
|
.226
|
1.019
|
|
duksos
|
.659
|
.264
|
.638
|
2.497
|
.016
|
.271
|
1.089
|
|
absX1X2
|
-12.338
|
6.461
|
-.640
|
-1.910
|
.062
|
.158
|
1.042
|
|
a.
Dependent Variable: Kepuasan_Kerja
|
|
|
|
|
|
Sumber: Data primer yang diolah 2013
Dari
data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa syarat untuk lolos dar uji
multikolinearitas sudah terpenuhi oleh seluruh variabel indenpenden yang ada,
yaitu nilai tolerance yang tidak
kurang dari 0,10 dan nilai VIF (Variance
Inflation Factor) yang tidak lebih dari 10. Maka dari itu dapat disimpulkan
bahwa seluruh varibel indenpenden satu dengan dengan variabel independen
lainnya.
4.2.2.2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
atau tidak. Model data yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati
normal. Untuk melihat data distribusi normal dilakukan dengan memperhatikan normal probality plot pada scatter plot berdistribusi normal.
Gambar 4.2.
Hasil Uji Normalitas
Berdassrkan grafik di atas menunjukkan bahwa semua data
yang ada berdistribusi normal, karena semua data menyebar membentuk garis lurus
diagonal maka data tersebut memenuhi asumsi normal atau mengikuti garis
normalitas.
Selain dengan melihat grafik, normalitas data juga dengan melihat uji
statistik yaitu penelitian ini dengan menggunakan uji statistik nonparametrik. Kolmogrov-semirnov pada alpha 5 %. Jika nilai signifikan dari pengujia Kolmogrov-semirnov lebih besar dari 0,05 berarti data normal.
Tabelm 4.2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
|
||
|
|
Unstandardized Residual
|
N
|
54
|
|
Normal
Parametersa
|
Mean
|
.0000000
|
Std. Deviation
|
2.59372814
|
|
Most
Extreme Differences
|
Absolute
|
.098
|
Positive
|
.098
|
|
Negative
|
-.060
|
|
Kolmogorov-Smirnov
Z
|
.720
|
|
Asymp.
Sig. (2-tailed)
|
.677
|
|
a. Test
distribution is Normal.
|
|
|
b. Calculation from data
|
|
Berdasarkan uji statistik normalitas pada tabel 4.8 menunjukkan p-value
0,677 lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan data terdistribusi normal.
4.2.2.3. Uji Heteroskedasitas
Uji Heteroskedasitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi adanya ketidaksamaan variance residual dari suatu pengamatan
ke pengamatan lainnya (Ghozali, 2006). Jika varian dari residual suatu
pengamatan ke pengamatan lainnya tidak tetap maka diduga terdapat masalah
heteroskeditas. Pada gambar berikut adalah hasil dari uji heterokeditas.
Gambar 4.3
Hasil Uji Heterokeditas
Sumber: Data
primer yang diolah, 2013
Berdasarkan grafik di atas dapat terlihat bahwa distribusi data tidak
teratur dan membentuk pada tertentu, serta tersebar di atas serta tersebar di
atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
model regresi ini tidak terjadi masalah heterokeditas.
Untuk memperkuat bahwa data bebas
dari gangguan heterokeditas, data akan diuji kembali dengan uji park, uji ini
digunakan untuk memberikan angka-angka yang lebih detail untuk menguatkan
apakah data yang akan diolah terjadi gangguan heterokeditas atau tidak. Ada
atau tidaknya gangguan heterokeditas dapat dilihat dari nilai signifikan
variabel bebas terhadap terhadap variabel terikat. Apakah hasil dari uji park
kurang dari satu nama dengan 0,05 maka dapat disimpulkan data mengalami
gangguan heterokeditas dan sebaliknya (Ghozali, 2005).
Tabel 4.9
Hasil Uji Park
Coefficientsa
|
|||||
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
t
|
Sig.
|
||
B
|
Std. Error
|
Beta
|
|||
15.448
|
28.769
|
|
.537
|
.594
|
|
.070
|
.167
|
.125
|
.420
|
.676
|
|
.060
|
.232
|
.070
|
.259
|
.796
|
|
-2.814
|
5.692
|
-.175
|
-.494
|
.623
|
Sumber: Data primer yang diolah, 2010.
Pada
tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskeditas pada persamaan
regresi tersebut. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya variabel bebas yang
memiliki signifikasi dibawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
persamaan regresi dengan menggunakan Uji Park tidak mempunyai permasalahan
heteroskeditas.
4.2.3. Analisis
Regresi Moderating
Dalam penelitian ini digunakan persamaan regresi melalui
uji nilai selisih mutlak. Uji nilai selisih mutlak merupakan model regresi yang
agak berbeda untuk menguji pengaruh moderasi yaitu dengan model nilai selisih
mutlak dari variabel indenpenden (Ghozali, 2006). Berikut ini adalah hasil uji
regresinya seperti pada tabel 4.10 berikut:
Tabel 4.10
Hasil Uji Moderating
|
||||||
Coefficientsa
|
||||||
Model
|
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
t
|
Sig.
|
||
B
|
Std. Error
|
Beta
|
||||
1
|
(Constant)
|
-.301
|
.652
|
|
2.735
|
.009
|
Stres
|
-.367
|
.190
|
-.261
|
-2.934
|
.049
|
|
duksos
|
.659
|
.264
|
.260
|
2.497
|
.016
|
|
absX1X2
|
.338
|
.461
|
-.264
|
2.910
|
.032
|
|
a.
Dependent Variable: Kepuasan_Kerja
|
|
|
|
Koefisien Determinasi
(
|
|
Sumber: Data primer yang diolah, 2013
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas dapat
diketahui bahwa besarnya koefesien determinasi (R 2
) sebesar 0,262
yang berarti variabilitas variabel kepuasan kerja yang dapat dijelaskan oleh
variabilitas variabel stress kerja dan interaksi pengaruh moderasi antara
stress kerja dengan dukungan sosial sebesar 0,262 atau 26,1 persen. Sedang
sisanya 73,9 persen dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak termasuk dalam
model regresi penelitian ini.
Dari
uji statistik F (F test) pada tabel 4.10 didapat F hitung sebesar 2,173 dengan tingkat signifikansi pada 0,000 jauh di
bawah 0,05. Hal ini berarti bahwa variabel independen stress kerja, dukungan
sosial, dan nilai selisih mutlak dari stress
kerja dengan dukungan sosial (absX1_X2) secara bersama-sama atau simultan
mempengaruhi kepuasan kerja. Dari uji statistik t (Uji t) pada tabel 4.10
menunjukkan bahwa variabel stress kerja, dukungan sosial, dan nilai selisih
mutlak stress kerja dengan dukungan sosial (absX1_X2) mempunyai tingkat
signifikansi di bawah 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa stress kerja,
dukungan sosial, dan nilai selisih mutlak stress kerja dengan dukungan sosial
(absX1_X2) berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan, dengan persamaan regresi
sebagai berikut : Kepuasan = -0,261
Stress + 0,260
Duksos + 0,264
absX1_X2
Keterangan :
Kepuasan = Kepuasan kerja
Stress =
Stress kerja
Duksos
=
Dukungan sosial
absX1_X2 = Nilai selisih mutlak stress kerja dengan
dukungan social
4.2.4. Pengujian
Hipotesis
Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.10 dapat diuraikan hasil pengujian
hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis
1 menyatakan
bahwa stress kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja karyawan. Pada
tabel 4.10 dapat dilihat nilai t hitung
sebesar -2,934
sedangkan nilai t tabel
pada tingkat signifikan 95% (a = 0,05) dan degree of freedom 51 (54 - 2 -1) sama dengan 1,680
(lihat tabel distribusi t), maka t hitung
> t tabel (α = 0,05) sehingga hasil analisis
tersebut dinyatakan signifikan. Hal ini berarti bahwa hipotesis 1 yang diajukan
mendapat dukungan / dapat diterima dan konsisten dengan H1. Dengan kata lain
stress kerja berhubungan negatif dengan kepuasan kerja karyawan.
Hipotesis
2 menyatakan
bahwa nilai selisih mutlak antara stress kerja dengan dukungan sosial
berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Pada tabel 4.10 dapat dilihat
nilai t hitung sebesar 2,934,
sedangkan nilai t tabel
pada tingkat signifikan 95% (α = 0,05) dan degree of freedom 51 (54 - 2 - 1) sama dengan 1,680 (lihat tabel distribusi t), maka t hitung < t tabel (α = 0,05), hasil analisis
tersebut signifikan. Hal ini berarti hipotesis 2 yang diajukan dapat diterima
karena variabel nilai selisih mutlak antara stress kerja dengan dukungan sosial
signifikan di dalam regresi. Variabel nilai selisih mutlak stress kerja dengan
dukungan sosial (absX1_X2) berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja
karyawan.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Pengaruh
Stress Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Dari hasil pengujian hipotesis 1 di atas, stress kerja
berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi stress kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka kepuasan kerja
karyawan akan menurun atau sebaliknya, semakin rendah stress kerja maka semakin
tinggi kepuasan kerja karyawan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh M. Luthfi Fadhilah (2010) yang membuktikan bahwa stress kerja
mempunyai pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja karyawan, dari hasil
penelitiannya tersebut disimpulkan bahwa indikator individual stressor (meliputi
peran manajer dengan bawahan, kerjasama antar bagian organisasi, komunikasi
antar karyawan dalam organisasi, terpenuhinya sarana dan prasaran kerja yang
memadai, adanya ketercukupan jumlah tenaga kerja dalam satu bagian, pentingnya
waktu pengelolaan istirahat) mempunyai pengaruh yang lebih besar dibanding
indikator role stress (stress peran) terhadap dimensi kepuasan kerja
karyawan.
Beban kerja yang berlebihan menjadi aspek
penting yang mempengaruhi meningkatnya stress kerja karyawan. Beban kerja yang
berlebihan akan membuat seorang karyawan merasa bosan dan tertekan terhadap
pekerjaannya sehingga karyawan
tersebut akan merasa jenuh dengan lingkungan kerja di tempat kerjanya dimana
karyawan tersebut bekerja. Apabila dalam hal ini seorang karyawan makin
mengalami stress kerja yang tinggi kemungkinan terburuknya adalah karyawan
tersebut tidak dapat fokus dalam melakukan pekerjaannya (dapat memicu terjadinya karyawan yang keluar)
bahkan karyawan tersebut berniat untuk
pindah dari tempat kerjanya.
4.3.2. Pengaruh
antara Nilai Selisih Mutlak Stress Kerja Dengan Dukungan Sosial Terhadapa
Kepuasan Kerja Karyawan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2 di atas, nilai
selisih mutlak antara stress kerja dengan dukungan sosial berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja. Dengan kata lain, stress kerja tinggi yang dirasakan
oleh karyawan dapat direduksi dengan dukungan sosial terhadap kepuasan kerja
karyawan. Artinya dukungan sosial memperkuat pengaruh stress kerja terhadap
kepuasan kerja karyawan sehingga dalam hal ini terbukti bahwa dukungan sosial
merupakan moderating variabel. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Herawan Wibowo dan Intan Novela Qurrotul Aini (2004) yang membuktikan
bahwa dukungan sosial dari tempat kerja dan keluarga memoderasi hubungan antara
tekanan keluarga dengan kepuasan kerja.
Karyawan
yang memilki dukungan sosial (meliputi dukungan dari keluarga, rekan kerja
maupun atasan / supervisor) yang tinggi maka karyawan tersebut tidak mudah mengalami stress.
Hal ini disebabkan karena karyawan tersebut mampu mereduksi beban / tekanan
yang diterimanya sehingga karyawan yang memiliki dukungan sosial tinggi maka
akan mengelola stress kerja yang dihadapi dengan baik dan memandang stress
kerja dengan cara yang berbeda sehingga dapat memberikan dampak yang positif
terhadap karyawan. Dukungan sosial dari keluarga / pasangan dapat diterjemahkan
sebagai sikap penuh perhatian yang ditunjukkan dalam bentuk kerjasama yang
positif, berbagi dalam menyelesaikan urusan rumah tangga serta dapat memberikan
dukungan moral maupun
emosional terhadap pekerjaan. Dukungan dari rekan kerja merupakan sumber
emosional bagi karyawan saat menghadapi permasalahan yang terjadi di tempat
kerja. Dukungan sosial yang berasal dari rekan kerja mampu membantu seorang
karyawan mendapatkan feedback yang positif atas pekerjaannya sehingga karyawan
tersebut lebih tahan terhadap stress kerja yang dihadapi pada pekerjaannya.
Dukungan sosial dari atasan merupakan salah satu komponen dukungan sosial yang
memberikan efek moderator dalam menurunkan tingkat stress kerja yang terjadi
pada karyawan. Pada
indikator b8 (dalam pengambilan keputusan, atasan bertindak secara adil dan
bijaksana) memiliki nilai tertinggi (5,62) dalam variabel dukungan sosial.
Sehingga dapat disimpulkan apabila seorang atasan mampu mengambil keputusan
secara adil dan bijaksana maka dapat mereduksi tingkat stress kerja karyawan
yang terjadi di tempat kerja.
BAB
V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian analisis yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan hasil penelitian sebagai berikut:
1.
Sumber
stress kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Dimana semakin rendah sumber
stress kerja yang dirsakan semakin meningkat kepuasan kerja karyawan PT. Patut
Patuh Patju Lombok Barat. berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan
bahwa karyawan PT. Patut Patuh Patju Lombok Barat tidak mengalami stress dsalam
pekerjaanya. Hal ini disebabkan karena adanya variabel moderasi yang cukup kuat
dalam mengimbangi faktor yang bisa mengibangi stress pada karyawan PT. Patut
Patuh Patju Lombok Barat.
2.
Dukungan
sosial memoderasi hubungan antara stress kerja dengan kepuasan kerja. Pengaruh
dukungan sosial sebagai pemoderasi adalah kuat,
kuatnya hubungan stress kerja dengan kepuasan kerja dapat berubah dengan
adanya dukungan sosial pada PT. Patut Patuh Patju Lombok Barat
5.2. Saran
5.2.1 Impilikasi Saran
Berdasarkan hasil pembahasan
dan kesimpulan yang diperoleh, maka diajukan beberapa saran serta implikasi
manajerial yang dapat ditetapkan guna pengembangan kebijakan perusahaan
khususnya mengenai kepuasan kerja karyawan, yaitu :
1.
Variabel stress kerja memberikan pengaruh yang buruk terhadap
kepuasan kerja karyawan. Stress kerja yang tinggi dapat menurunkan kepuasan
kerja karyawan dan begitupun sebaliknya. Stress kerja yang berlebihan akan
membuat seorang karyawan merasa bosan dan tertekan terhadap pekerjaannya
sehingga karyawan tersebut akan merasa jenuh dengan lingkungan kerja di tempat
kerjanya. Apabila dalam hal ini seorang karyawan makin mengalami stress kerja
yang tinggi kemungkinan terburuknya adalah karyawan tersebut tidak dapat fokus
dalam melakukan pekerjaannya (dapat memicu terjadinya kecelakaan kerja) maupun
karyawan tersebut memilih untuk keluar dari tempat kerjanya
2. Variabel dukungan sosial juga terbukti memoderasi pengaruh stress kerja
terhadap kepuasan kerja karyawan. Karyawan yang memilki dukungan sosial
(dukungan dari keluarga, rekan kerja maupun atasan / supervisor) yang tinggi
maka karyawan tersebut tidak mudah mengalami stress. Karyawan yang dengan
dukungan sosial yang tinggi mampu mereduksi beban / tekanan yang diterimanya
sehingga karyawan yang memiliki dukungan sosial tinggi maka akan mengelola
stress kerja yang dihadapi dengan baik dan memandang stress kerja dengan cara
yang berbeda sehingga dapat memberikan dampak yang positif terhadap kepuasan
kerja karyawan.
5.2.2
Saran Penelitian Yang Akan Datang
Saran-saran
yang dapat diajukan untuk penelitian yang akan datang antara lain meliputi:
1.
Penelitian yang akan datang
disarankan untuk menambah variabel baru atau indikator penelitian baru sehingga
mampu memberikan gambaran mengenai kepuasan kerja yang lebih luas lagi.
2.
Penelitian mendatang hendaknya
menggunakan objek penelitian yang lebih luas lagi sehingga bisa benar-benar
bisa mewakili keadaan di sebuah perusahaan secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Apriani Ayu Ni Ketut, 2011. Analisis Pengaruh Sterss Kerja Dan Dukungan
sSosial Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Jasa Wisata (Jatatur)
Mataram. Skripsi:STIE AMM Mataram.
Atmojo Rimo, 2006. Pengaruh Tingkat Stress Perkerjaan Terhadap Prilaku
Produktif Karyawan Agen Aasuransi “Kasus Pada Mutual Asuransi Bumi Putra 1912
Praya”. Skiripsi: Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.
Fadilah Luthfi. M, 2010. Analisis Pengaruh Stess Kerja Terhadap Kepuasan
Kerja Dengan Dukungan Sosial Sebagai Variabel Moderating (Studi Pada PT. Coca
Cola Amatil Indonesia, Central Java). Skripsi:Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro Semarang.
Hubbard. L. Ron, 1984. Masalah Pekerjaan. Penerbit: Angkasa Bandung.
Nurhandjati Aiswarya Rein, 1995. Analisa Prestasi Kerja
Dan Kepuasan Kerja Karyawan Sayung Restaurant Dan Cottage di Mataram. Skripsi:
Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.
Prof. Dr. Imam Ghazali, M.Com.Akt, 2006, Aplikasi
Analisis Multrivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Septiana Rani, 2010. Pengaruh Penggunaan Informasi Sistem
Akutansi Manajemen Terhadap Kepuasan Kerja Manajer Dengan Itensitas Kompetisi
Pasar Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan Jasa
Perhotelan di Kota Mataram dan Lombok Barat). Skripsi: sFakultas Ekonomi
Universitas Mataram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar